Browsing by Author "Kuraesin, Uning"
Now showing 1 - 10 of 10
Results Per Page
Sort Options
- ItemAISATSU DALAM PENDIDIKAN BAHASA JEPANG(Seminar Nasional, Asosiasi Studi Pendidikan Bahasa Jepang - Indonesia (ASPBJI) Gakkai Jawa Barat, 2012-02-25) Kuraesin, UningDalam masyarakat Jepang budaya aisatsu adalah sangat penting. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk menjalin sebuah hubungan baik antar manusia. Melalui aisatsu komunikasi akan terbina, sehingga hubungan sosial dengan sesama, baik dalam lingkungan pribadi maupun hubungan pekerjaan akan terjalin dengan baik. Dalam makalah ini, penulis mencoba melihat sebagai penelitian awal pemakaian aisatsu dalam komunikasi di lingkungan formal. Aisatsu fonnal bias a digunakan dalam kehidupan kampus dari seorang pembelajar kepada gurunya, atau hubungan bawahan-atasan dalam lingkungan pekerjaan. Aisatsu dalam bahasa Jepang, tidak hanya berfungsi sebagai sapaan bias a dalam kehidupan sehari-hari, tetapi dalam konteks yang lebih tinggi lagi, misalnya komunikasi dalam bisnis, aisatsu dapat digunakan sebagai alat dalam melancarkan bisnisny-a. Dengan melakukan aisatsu, banyak sekali __ _ -maknayang-terkandung--dl' aalarllilya:,-baik -sebagai ungkapan -me-m~ji,menghormati, memberi semangat, dan lain-lain. Dalam makalah ini, penulis mencoba memaparkan cara penggunaan beberapa aisatsu dalam bahasa Jepangdan ketidaksesuaian yang sering muncul pada pembelaj ar bahasa Jepang. Seperti penggunaan aisatsu, r:jO I:Ll? ::·~·J.,\2tTJ r -=-1v1~i?~:tJ r:to~c'C: '5 ::·~"J.,\2tTJ ,dU. Dalam konteks komunikasi penggunaan aisatsu sangat dipengaruhi oleh budaya. Dengan demikian, tidak sedikit penggunaan aisatsu dalam situasi [onnal kurang tepat digunakan.
- ItemAnalisis Kesalahan Penggunaan Ungkapan “Yari-Morai” dan Pemerolehannya pad Pembelajaran Bahasa Jepang (Semester V-TA 2010/2011 Prodi Bahasa Jepang Universitas Widyatama)(ASPBJI dengan The Japan Foundation Jakarta, 2010-11) Kuraesin, Uning-
- ItemAnalisis Kesalahan Pengunaan Ungkapan “Yari-Morai” dan Pemerolehannya pada Pembelajar Bahasa Jepang (Semester V- TA 2010/2011 Prodi Bahasa Jepang – Universitas Widyatama)(Universitas Widyatama, 2010) Kuraesin, UningThe Japanese has some verbal expressions which mean "to give" and " to receive". This expression is often called "Yari-Morai". In the phrase "Yari-Morai", there are 3 kinds of verbs highly related, such as "あげる" (Ageru), "くれる" (kureru) meant” to give", and "もらう" (morau) meant "to receive". However, the use of the verb "あげる", "くれる" and "もらう" is not as simple as that in the meaning of "giving" and receiving in the Indonesian language. The instrument used in this study is a questionnaire that presents the sentences using the verb action "to give" and "to receive" in various situations. In this questionnaire, respondents chose the verb "あげる", "くれる", "もらう" appropriately, both as a main verb and as a verb complement (hojodooshi). 36 questions on the tests were given to 11 students in semester V for 40 minutes. From the tests given, the lowest value 12 points (33,3%) is obtained from students who answer the questions correctly. Meanwhile the highest value 76 points (72,2%) is obtained from the students who answer the questions correctly. This means that the average yield obtained from the above percentage is only 55.3%. From the results above, it is shown that language acquisition of particularly "Yari-Morai" is still low. Knowing the results above, the author tries to analyze the causes of these errors on the students. As an early conclusion, students still do not understand the concept of direction of who gave and to whom something is given in the phrase "Yari-Morai". Meanwhile in the Indonesian language, the verb " to give" can be used to anyone including the 1st person, and superiors. In addition, leaners are difficult to implement "Keigo" in a real communication, dealing with the concept of "うち" and "そ と".
- ItemBELAJAR CEPAT HIRAGANA MELALUI METODE PEMBELAJARAN GAME (Computer based Madia)(Universitas Widyatama, 2010) Kuraesin, UningHuruf merupakan hal yang mutlak dipelajari untuk setiap pembelajar bahasa Jepang. Bagaimana supaya pembelajar cepat mengingat huruf untuk dapat membaca dan menulis, merupakan tantangan bagi seorang pengajar. Hiragana adalah huruf yang pertama diperkenalkan kepada pembelajar untuk dipelajari. Mahasiswa Tingkat I pada umumnya belum dapat membaca dan menulis Hiragana atau bahkan baru mengenal. Dalam upaya mempercepat proses pembelajaran huruf, pada minggu pertama semua mata kuliah yang berkaitan dengan bahasa Jepang secara serempak mengajarkan huruf Hiragana. Untuk menjadikan mahasiswa dapat membaca dan menulis Hiragana dalam waktu yang cepat, bukan suatu hal yang mudah. Apalagi pada mata kuliah yang tidak secara khusus mengajarkan huruf. Mata kuliah yang penulis ampu adalah Nihongo I. Alokasi waktu untuk belajar Hiragana kurang lebih 50 menit pada pertemuan pertama. Dengan alokasi waktu yang tidak terlalu lama, proses interaksi antara dosen, mahasiswa dan materi kuliah, diharapkan dapat menciptakan proses pembelajaran yang menyenangkan, kondusif, dan dapat membuat aktif mahasiswa. tercapainya tujuan. Untuk mencapai tujuan akhir (goal) dari pembelajaran, penulis mencoba memberikan pengajaran Hiragana dengan menggunakan metode pengajaran dalam bentuk Game, dan media yang digunakan adalah media elektronik/komputer (game software). Pembelajaran Hiragana ini dilakukan melalui beberapa tahap. Tahap pertama dilakukan secara konvensional. Dan pada 50 menit berikutnya dengan menggunaka game. Pada permainan mahasiswa dapat mengetes daya ingat sendiri tentang bentuk atau ”gambar” huruf Hiragana. Sedangkan dalam program belajar, mahasiswa dapat mengetes urutan tarikan dalam menulis huruf Hiragana. Pada saat mahasiswa memilih ”Belajar”, 90% mahasiswa dapat menjawab dengan baik. Berbeda ketika mahasiswa mencoba memilih ”Bermain/ game” , tidak semua mahasiswa dapat menyelesaikan permainan dalam waktu yang sedikit. 23,5% (4 orang) dari jumlah mahasiswa yang dapat menyelesaikan game dalam waktu 3040 detik. 41% mahasiswa dapat menyelesaikan permainan dalam waktu 5080 detik. Dan yang lainnya menyelesaikan game dalam waktu lebih dari 80 detik. Melalui pembelajaran ini, kesan yang muncul dari mahasiswa adalah menarik, menyenangkan, dan membantu untuk dapat membaca lebih cepat.
- ItemBELAJAR CEPAT HIRAGANA MELALUI METODE PEMBELAJARAN GAME (Computer based Madia)(Universitas Widyatama, 2010) Kuraesin, UningHuruf merupakan hal yang mutlak dipelajari untuk setiap pembelajar bahasa Jepang. Bagaimana supaya pembelajar cepat mengingat huruf untuk dapat membaca dan menulis, merupakan tantangan bagi seorang pengajar. Hiragana adalah huruf yang pertama diperkenalkan kepada pembelajar untuk dipelajari. Mahasiswa Tingkat I yang pada umumnya belum dapat membaca dan menulis Hiragana atau bahkan baru mengenal. Sehingga pada minggu pertama semua mata kuliah bahasa Jepang secara serempak mengajarkan huruf Hiragana. Tentu saja bukan suatu hal yang mudah untuk membuat mahasiswa menjadi dapat membaca dan menulis Hiragana dalam waktu yang cepat, apalagi pada mata kuliah yang bukan secara khusus mengajarkan huruf. Mata kuliah yang penulis ampu adalah Nihongo I. Alokasi waktu untuk belajar Hiragana kurang lebih 50 menit pada pertemuan pertama. Proses interaksi antara dosen, mahasiswa dan materi kuliah, diharapkan dapat menciptakan proses pembelajaran yang menyenangkan, kondusif, dan dapat membuat aktif mahasiswa, untuk tercapainya tujuan akhir (goal) dari pembelajaran. Untuk mencapai tujuan tersebut, penulis mencoba memberikan pengajaran Hiragana dengan menggunakan metode pengajaran dalam bentuk Game. Media yang digunakan adalah media elektronik/komputer (game software). Pembelajaran Hiragana ini dilakukan melalui beberapa tahap. Tahap pertama dilakukan secara konvensional. Dan pada 50 menit berikutnya dengan menggunaka game. Pada permainan mahasiswa dapat mengetes daya ingat sendiri tentang urutan tarikan menulis Hiragana. Pada saat mahasiswa memilih ”Belajar”, 90% mahasiswa dapat menjawab dengan baik. Berbeda ketika mahasiswa mencoba bermain game , tidak semua mahasiswa dapat menyelesaikan dengan waktu yang sedikit. 23,5% (4 orang) dari jumlah mahasiswa yang dapat menyelesaikan game dalam waktu 30-40 detik. 41% mahasiswa dapat menyelesaikan permainan dalam waktu 50-80 detik. Dan yang lainnya menyelesaikan game dalam waktu lebih dari 80 detik. Melalui pembelajaran ini, kesan yang muncul dari mahasiswa adalah menarik, menyenangkan, dan membantu untuk dapat membaca lebih cepat.
- ItemBUSINESS ETHICS IN JAPANESE COMPANIES (A Study of the Differences in Work Ethics in Japanese and Indonesian Companies)(Solid State Technology Volume: 63 Issue: 4, 2020) Kuraesin, UningJapan is one of the countries in Asia that has been known as a country that is very disciplined in various ways. This discipline is seen both in its own environment and in the company so that it greatly influences the high level of work productivity for the company. With high morale and discipline, it has caused an impact of technological progress and mastery, as well as affecting Japan's economic growth, and has even been able to bring the Japanese state on par with European and American countries. This is strongly influenced by Japanese culture, which is the spirit and unyielding characteristic of the Japanese people, as a reflection of the spirit of 'Bushido'. While the work ethic of the Indonesian people is still weak and uneven in having a high work ethic, it is necessary to strengthen knowledge and skills to make Indonesian people more qualified. While the work ethic of the Indonesian people is still weak and uneven in having a high work ethic, it is necessary to strengthen knowledge and skills to make Indonesian people more qualified.
- ItemCULTURAL ASSIMILATION (JAPANESE AND INDONESIAN) AT PT. PRASADHA PAMUNAH LIMBAH INDUSTRI IN WORK OPERATIONS(Solid State Technology Volume: 63 Issue: 3, 2020) Kuraesin, UningThe dynamics of life in society are very much influenced by cultural developments. Culture does not only grow in the community, but is also reflected in the work patterns in the company. The work culture in the company will change if the company in question cooperates with other companies or foreign companies. The mixing of cultures in one company forms a new corporate culture due to differences in cultural patterns. The mixture of these cultures can be seen in the work patterns at PT. Prasadha Pamunah Limbah Industri (PPLi). In this study, the theme raised was "Cultural Assimilation (Japanese and Indonesian) in Operations at PT. Prasadha Pamunah Limbah Industri (PPLi)”. This study uses a descriptive compilation method, which is a method of researching phenomena that are or have occurred to create a systematic description or explanation. This study shows the assimilation process of Japanese cultural values that are applied in the workings of PT. PPLi and the influence of Japanese workers due to assimilation in office activities at PT. PPLi. The author concludes that Japanese culture that has been applied to PPLi is Aisatsu (Japanese greeting), 5S (Seiri, Seiton, Seisou, Seiketsu, Shitsuke), and Yubisashi Kanko (Show and Say). In addition, Japanese workers are also affected by assimilation in office work activities. This can be seen from the habits, work patterns, and understanding of each culture.
- ItemKURIKULUM PROGRAM STUDI BAHASA JEPANG DIPLOMA III Universitas Widyatama -Bandung(simposium Nasional, Asosiasi Studi Jepang Indonesia (ASJI) bekerjasama dengan The Japan Foundation dan FIB Universitas Diponegoro, 2011-03-25) Kuraesin, Uning-
- ItemOPTIMISM IN PATIENTS SURVIVOR CANCER(International Journal of Psychosocial Rehabilitation, Vol. 24, Issue 1, 2020) Uthomah, Laila; Riza, Wina Lova; Kuraesin, UningIn the current millennial era, the pattern of human life is not like the time before the millennial era. The environment is full of pollution, fast food, unhealthy lifestyles, the number of hours of sleep that is not fair and the demands of work do humans prioritize the results obtainedrather than the process to get it. One impact was seen by health problems, namely cancer. Cancer is a deadly stigma when someone listens to it. But some people can see cancer as part of the life process that must be passed. This understanding can be explained in the concept of optimism so that researchers are interested in seeing the phenomenon of the concept of optimism in cancer patients. This research uses a qualitative method with a phenomenological design and data collection is carried out intensively, deeply, and comprehensively. Data collection is done by interview, observation, and official documents. With this specific research, it can only be experienced by the subject under study and does not apply to other subjects. Two people who became the subject were visited by researchers when the subject was running therapy at one of the therapy sites in Bandung. The instrument used for data collection is humans, the researchers themselves. Data analysis activity begins with data collection, personalization, and creating units of meaning to get a textural description. The results showed that the two subjects displayed different optimisms. The behavior displayed by the NR subject showed pessimism in dealing with health after cancer diagnosis and treatment. While LL subjects showed themselves optimistic in facing health after cancer diagnosis and treatment.
- ItemYAKUWARIGO AND LINGUISTIC STEREOTYPE IN JAPANESE FICTION (Linguistic Stereotype Phenomenon in Japanese Novel, Comics and Animation)(Journal of Advanced Research in Dynamical & Control Systems, Vol. 11, 03-Special Issue, 2019) Rahardjo, Hardianto; Ranadireksa, Dinda Gayatri; Kuraesin, UningYakuwarigo is a term coined by Satoshi Kinsui in 2003 that refers to spoken language used by characters in Japanese works of fiction, in which the style of speaking identifies the characters’ unique trait and characteristics. Yakuwarigo is frequently used in Japanese work of fiction such as manga (comic book), shousetsu (novel) and anime (cartoon/animation) to help the readers/viewers familiarize themselves with the characters by building an easily recognizable identity and image about the character themselves simply by the way they talk. Yakuwarigo is also a form of linguistic stereotype since it uses common social stereotype applied to a certain group of people in the community to strengthen certain characters’ unique trait and characteristics and therefore, make them more easily recognizable by the way they speak to each other.